Pekanbaru – Unit Pemberantasan Pungutan Liar (Pungli) dan Gratifikasi (UPPG) di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Riau dibentuk dalam rangka meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap pelayanan publik demi menghindari terjadinya suap, pungutan liar, dan gratifikasi. Untuk meningkatkan pemahaman terkait UPPG tersebut, Kanwil Kemenkumham Riau menggelar kegiatan sosialisasi UPPG di lingkungan Kanwil Kemenkumham Riau yang dilaksanakan di ruang serbaguna Ismail Saleh, Rabu (7/4).
Mewakili Kepala Kanwil Kemenkumham Riau, acara dibuka oleh Kepala Divisi Keimigrasian, Muhammad Tito Andrianto, dengan menghadirkan peserta dari seluruh UPT yang menugaskan satu orang pejabat struktural dan satu orang staf yang menangani UPPG. Membacakan sambutan Kakanwil, Kadiv Keimigrasian menyampaikan bahwa Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Riau terus berusaha menjadikan setiap unit kerja menjadi satuan kerja yang bersih, berintegritas, berkinerja tinggi, dan tentu saja bebas dari korupsi dan akan terus mengupayakan perbaikan dalam membangun program integritas yang berkesinambungan dengan sasaran peningkatan pelayanan menuju pelayanan prima yang bebas gratifikasi mewujudkan clean goverment and good governance. “Penerapan pengendalian gratifikasi ini harus benar-benar diterapkan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, sehingga terbangun budaya anti korupsi, khususnya di lingkungan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Riau, yang pada gilirannya citra positif dimasyarakat dapat terwujud, dan bagi para pejabat yang merusak citra dan merugikan masyarakat, pimpinan tidak segan-segan untuk mengambil tindakan,” kata Tito.
Dasuki, Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman RI Perwakilan Riau, dihadirkan menjadi narasumber pada kegiatan ini. Dasuki memaparkan tugas dan fungsi Ombudsman dalam mengawasi pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara, baik pemerintah pusat maupun daerah. Dasuki menyampaikan pungli dan gratifikasi merupakan bentuk maladministrasi dan perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain yang menimbulkan kerugian materil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. “Bentuk maladministrasi ada berbagai macam, yaitu penundaan berlarut; tidak memberikan layanan; tidak kompeten; penyalahgunaan wewenang; penyimpangan prosedur; permintaan imbalan; tidak patut; diskriminasi; dan ada konflik kepentingan dalam pemberi layanan,” ucap Dasuki. Diharapkan dengan adanya sosialisasi ini seluruh satuan dapat meningkatan kualitas pelayanan publik di unit kerja masing-masing.